-->
  • Jelajahi

    Copyright © DETAKOM NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Zona Maut di Delta Dnipro: Ribuan Tentara Rusia Terjebak Kelaparan dan Serangan Drone Ukraina

    Redaksi
    25/10/25, Oktober 25, 2025 WIB Last Updated 2025-10-24T19:58:08Z

    Poto : Pertempuran Rusia melaean Ukraina

    Laporan : Vona Tarigan


    DETAKKON NEWS | Di tengah kabut tebal yang menyelimuti rawa-rawa luas di delta Sungai Dnipro, ribuan tentara Rusia kini hidup dalam ketakutan. Mereka bukan hanya menghadapi peluru dan ledakan, tetapi juga kelaparan, kehausan, dan kematian yang mengintai setiap saat.


    Kawasan yang dikenal sebagai “zona maut” ini telah menjadi saksi bisu dari pertempuran paling brutal dalam perang Rusia–Ukraina. Tidak ada tempat untuk bersembunyi, tidak ada jalan aman untuk mundur. Hanya lumpur, air keruh, dan desingan drone di langit.


    Menurut laporan The Telegraph, area ini terbelah dua oleh garis depan yang mengerikan — sisi kiri dikuasai Rusia, sementara sisi kanan berada di bawah kendali pasukan Ukraina. Di antara keduanya terbentang rawa dan kanal-kanal sempit yang menjadi kuburan massal tanpa nisan.


    Data intelijen Ukraina menyebut, sedikitnya 5.100 tentara Rusia tewas di delta Dnipro sejak Januari 2025. Sebagian besar korban bukan karena tembakan langsung, melainkan karena kelaparan dan kelelahan setelah berminggu-minggu terisolasi dari jalur logistik utama.


    Dalam rekaman video yang dirilis Brigade Pertahanan Pesisir ke-40 Korps Marinir Ukraina, tampak beberapa perahu Rusia hancur dihantam drone kamikaze ketika mencoba menyeberangi sungai. Ledakan di atas air terlihat seperti percikan cahaya di tengah kegelapan malam — menandai akhir hidup bagi mereka yang di atasnya.


    “Wilayah itu adalah zona kematian bagi Rusia. Tidak ada tempat untuk bersembunyi,” ujar Kolonel Oleksandr Zavtonov dari Korps Marinir ke-30 Ukraina, dikutip dari The Independent. Suaranya terdengar tenang, namun penuh keyakinan bahwa pasukannya telah menguasai medan.


    Zavtonov mengungkapkan, beberapa tahanan Rusia yang baru ditangkap mengaku terpaksa meminum air sungai untuk bertahan hidup. Tanpa pasokan makanan, mereka hanya mengandalkan keberuntungan agar tidak menjadi target drone yang berpatroli siang malam.


    “Mereka kelaparan, dehidrasi, dan ketakutan. Sebagian bahkan menyerah dengan tangan terangkat ketika melihat drone pengintai kami,” katanya.


    Delta Sungai Dnipro kini menjadi salah satu garis depan paling berbahaya dalam perang modern. Kawasan ini penting secara strategis  titik kunci bagi pengawasan udara dan pengaturan komunikasi drone namun medannya adalah mimpi buruk bagi setiap prajurit.


    “Tidak ada tempat berlindung di sana. Medannya rawa dan setiap unit yang melintas akan sangat rentan,” lanjut Zavtonov. Ia menggambarkan situasi di lapangan sebagai “perang tanpa garis aman”, di mana langkah salah sekecil apa pun bisa berujung maut.


    Foto-foto satelit yang dianalisis oleh analis militer memperlihatkan puluhan bangkai perahu dan sisa-sisa tenda di tepi sungai. Beberapa di antaranya terlihat setengah tenggelam, menjadi saksi keputusasaan tentara Rusia yang mencoba bertahan hidup.


    Laporan lapangan juga menyebut, sejumlah pasukan Rusia kini bergerak dalam kelompok kecil. Mereka berusaha berkamuflase dengan lumpur dan rerumputan, berharap bisa lolos dari mata tajam drone Ukraina yang terus mengawasi dari udara.


    “Kini mereka menggunakan taktik gerilya kecil-kecilan, sesuatu yang tidak dilakukan pada awal perang,” ujar Oksana Kuzan, Kepala Departemen Analisis di Pusat Keamanan dan Kerja Sama Ukraina. Menurutnya, ini menunjukkan tingkat keputusasaan dan disorganisasi dalam barisan Rusia.


    Kuzan menegaskan, satuan-satuan Rusia di delta Dnipro tengah menghadapi krisis logistik akut. Tidak ada rotasi pasukan, jalur suplai makanan terputus, dan banyak unit kehilangan komunikasi dengan markas pusat.


    Beberapa laporan bahkan menyebut adanya tentara yang berusaha menembus rawa seorang diri untuk kembali ke wilayah Rusia. Banyak dari mereka hilang tanpa jejak — terseret arus sungai atau tewas sebelum mencapai seberang.


    Menurut The Economist, total korban tewas di pihak Rusia sejak invasi penuh pada Februari 2022 hingga Januari 2025 mencapai antara 137.000 hingga 228.000 orang. Namun, pada Oktober 2025, angka itu melonjak tajam hingga diperkirakan 480.000 prajurit tewas.


    Jumlah korban luka dan hilang bahkan lebih mencengangkan: mencapai 1,43 juta jiwa. Ini menjadikan perang di Ukraina sebagai konflik paling berdarah di Eropa sejak Perang Dunia II.


    Para analis militer menilai, kegagalan Rusia di delta Dnipro menjadi simbol dari kemunduran besar di front selatan. Tidak hanya kehilangan nyawa, tetapi juga moral dan kemampuan bertempur yang terkikis.


    “Ini bukan lagi soal kemenangan atau kekalahan dalam pertempuran,” ujar seorang pejabat militer Ukraina kepada The Guardian. “Ini soal bertahan hidup. Dan di delta Dnipro, hanya satu pihak yang masih bisa makan dan minum dengan cukup.”


    Dari udara, drone Ukraina terus berpatroli, seperti burung pemangsa yang menunggu mangsanya bergerak. Di bawahnya, di antara kabut dan rawa, tentara Rusia bersembunyi, berdoa agar hari itu bukan giliran mereka.


    Delta Dnipro kini bukan sekadar medan tempur — ia telah berubah menjadi simbol keganasan perang modern, di mana teknologi, kelaparan, dan ketakutan berpadu menjadi satu. Di tempat itu, maut bukan datang dari peluru saja, tapi dari lapar, haus, dan harapan yang perlahan padam.**

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Artikel Headline

    +