-->
  • Jelajahi

    Copyright © DETAKOM NEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Mantan Kapolres AKBP Fajar Widyadharma Dihukum 19 Tahun, Kasus Terbongkar dari Video di Darkweb

    Redaksi
    21/10/25, Oktober 21, 2025 WIB Last Updated 2025-10-21T15:05:43Z

    Poto : Eks Kapolres Ngada Divonis 19 Tahun Penjara

    Kupang — Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, akhirnya dijatuhi hukuman berat oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia dinyatakan bersalah melakukan tindak kekerasan seksual terhadap tiga anak perempuan di bawah umur.


    Sidang putusan yang digelar Selasa (21/10) itu berlangsung terbuka untuk umum di ruang Cakra PN Kupang. Suasana sidang penuh perhatian publik, mengingat kasus ini melibatkan seorang perwira menengah Polri.


    Ketua Majelis Hakim A.A. Gede Agung Parnata, didampingi dua hakim anggota Putu Dima Indra dan Sisera Semida Naomi Nenohayfeto, membacakan amar putusan dengan suara tegas.


    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 19 tahun,” ucap hakim Agung Parnata di ruang sidang.


    Vonis tersebut sedikit lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya meminta agar terdakwa dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.


    Selain hukuman badan, majelis hakim juga mewajibkan Fajar membayar denda Rp5 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama satu tahun penjara.


    Tak berhenti di situ, Fajar juga dibebani kewajiban membayar restitusi kepada korban senilai Rp359.162.000. Jika tidak sanggup membayar, maka akan diganti dengan pidana tambahan satu tahun empat bulan penjara.


    Dalam sidang yang dimulai pukul 11.00 WITA itu, Fajar tampak mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana hitam. Wajahnya tampak tegang, sementara suasana ruang sidang terasa hening ketika vonis dibacakan.


    Fajar didampingi tiga orang penasihat hukum yang dipimpin oleh Akhmad Bumi, sementara tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi NTT berjumlah empat orang, yakni Arwin Adinata, Kadek Widiantari, Samsu Jusnan Efendi Banu, dan Sunoto.


    Usai sidang, baik pihak pembela maupun jaksa menyatakan masih akan mempelajari putusan tersebut. “Kami menyatakan pikir-pikir,” kata Akhmad Bumi singkat. JPU Arwin Adinata pun memberikan pernyataan serupa.


    Kasus ini berawal dari dugaan kekerasan seksual terhadap tiga anak perempuan berinisial IBS (6), WAF (13), dan MAN (16). Perbuatan bejat itu dilakukan saat Fajar masih menjabat sebagai Kapolres Ngada.


    Ironisnya, selain kasus kekerasan seksual, Fajar juga positif menggunakan narkoba berdasarkan hasil tes urine oleh Divisi Propam Mabes Polri.


    Kasus ini mencuat setelah Kepolisian Federal Australia (AFP) menemukan video keji di situs porno gelap (darkweb) yang menampilkan adegan kekerasan seksual terhadap anak kecil. Dalam video itu, sosok pelaku teridentifikasi sebagai AKBP Fajar.


    Temuan tersebut kemudian dilaporkan AFP ke Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri, yang segera meneruskan laporan ke Polda NTT. Investigasi pun dilakukan secara tertutup oleh tim gabungan.


    Fajar akhirnya ditangkap pada 20 Februari 2025 di Kupang oleh tim gabungan Propam Mabes Polri dan Polda NTT. Penangkapan itu sontak menggemparkan lingkungan kepolisian di NTT.


    Dari hasil penyelidikan, diketahui aksi bejat pertama dilakukan pada 11 Juni 2024 di sebuah hotel di Kupang terhadap korban berusia 6 tahun. Sementara dua korban lainnya mengalami kekerasan dalam rentang Juni 2024 hingga Januari 2025 di dua hotel berbeda di kota yang sama.


    Anak-anak itu dibawa oleh seorang perempuan muda berinisial SHDR alias Stefani alias Fani (20). Fani disebut juga sebagai korban kekerasan seksual Fajar, namun dalam kasus ini ia ikut diseret ke meja hijau karena berperan membawa anak-anak tersebut ke pelaku.


    Dalam persidangan terungkap, Fani membawa bocah 6 tahun itu atas permintaan langsung dari AKBP Fajar. Ketika perbuatan bejat dilakukan, Fajar merekam adegan tersebut dengan ponsel pribadinya dan mengunggahnya ke situs porno luar negeri.


    Kasus ini menimbulkan kemarahan publik dan menjadi pukulan keras bagi institusi Polri. Dalam sidang etik oleh Komisi Kode Etik Polri, Fajar dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH). Banding yang diajukannya kemudian juga ditolak.


    Vonis 19 tahun ini menjadi salah satu hukuman terberat terhadap anggota Polri yang terlibat kekerasan seksual terhadap anak. Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa keadilan bisa dijalankan tanpa pandang bulu—bahkan terhadap mereka yang pernah memakai seragam penegak hukum.**


    (Vona Tarigan)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Artikel Headline

    +